Dari Dinginnya Subuh
Mager login medium asrama, publish sini aja ya wkwk
Di saat orang lain bisa begadang sampai dini hari, aku selalu lebih mementingkan tidur di bawah jam 12 malam. Sejak MTs, mungkin aku adalah salah satu orang aneh yang jarang banget tidur lewat jam 12. Ya, terlihat aneh karena hampir semua teman-temanku ketika aku tanya tidur jam berapa, pasti jawabannya di atas jam 12.
Kebiasaan dari MTs ini jadi salah satu alasan yang membuat aku sekarang susah untuk tidur di atas jam 12. Bahkan, beberapa kali di masa kuliah jika aku tidur sampai lewat jam 12, aku jadi kurang enak badan dan sempat juga masuk klinik (waktu itu begadang dua malam buat ngerjain gamtek, padahal seru wkwk).
Tidur yang kurang dari jam 12 ini mungkin yang membuat aku bisa lebih gampang terbangun di waktu subuh. Dan posisi sekarang sebagai anggota asrama salman secara tidak langsung semakin mendorong untuk bisa bangun sebelum subuh karena ada kewajiban juga untuk takmir, khususnya takmir salat subuh. Bahkan, sejak hari pertama tinggal di asrama salman tahun lalu, makin termotivasi buat bangun lebih pagi karena ada kak nabil juga si paling backup takmir subuh, gak maen-maen, ini orang waktu itu sampe sering backup azan, iqomah, sekaligus imam. Padahal, waktu itu belum ada jadwal takmir dan belum wajib takmir juga buat anggota asrama salman. Mungkin hampir sebulanan berkegiatan seperti itu di awal keasramaan asrama salman, tepatnya di hari-hari liburan semester genap.
Perjalananan menjadi seorang takmir masjid sudah berjalan lama. Sepertinya ada faktor lingkungan dan keturunan juga sih wkwk. Kakekku dan saudara-saudaranya bisa dibilang si paling takmir di kampungku. Hampir semua keluarga dan keturunannya tidak jauh-jauh dari masjid dan menjadi seorang takmir masjid.
Kakekku dulu sebelum meninggal, hampir setiap hari menjadi orang pertama yang datang ke mushola di dekat rumah untuk bersiap-siap azan subuh. Bahkan, suatu hari, aku pernah diam-diam mengikuti beliau hehehe. Ternyata, bukan dari jam setengah 5 atau jam 4 ke musholanya, tapi seringkali dari jam 3 dan jam setengah 4. Menyalakan lampu-lampu mushola, menyapu semua area mushola dari dalam sampai se-ambalan-ambalan terasnya. Bahkan, tidak jarang sampai menyapu halaman mushola juga (tapi ini seringnya dilakuin sore atau pagi).

Sampai suatu masa dimana azan subuh khas kakekku sudah tidak akan pernah lagi berkumandang di mushola dekat rumah. Sepeninggal kakekku, bisa dibilang jadwal azan di mushola jadi sedikit lebih kacau. Azan subuh seringkali jam 5 atau kurang dikit lah dimana sudah tidak ada lagi suara puji-pujian dari speaker masjid lain yang menandakan bahwa semua masjid telah iqomah. Azan dhuhur atau ashar yang sesekali terlewat juga.
Kemana aku waktu itu?
Aku baru berani untuk takmir azan dan imam sebenarnya ketika sudah masuk perkuliahan. Ketika itu di asrama rusamuda salman yang rumahnya di jalan plesiran, dekat Masjid Darud Dakwah, masjid paling keren khutbah jumatnya karena sering bahas hal-hal yang jarang banget dibahas di masjid-masjid, politik wkwk. Sebelum kuliah, kegiatan takmir di mushola atau masjid di kampung paling jadi panitia peringatan hari besar, bersih-bersih, atau hampar-gulung karpet.
Masjid Darud Dakwah ini menurutku istimewa. Disamping masjidnya yang bersih, kualitas dari fasilitas-fasilitas masjid di sini juga bagus, kecuali toilet wkwk, di sini gak ada toilet duduk atau toilet jongkok buat cowo. Jadi gabisa buang air di toilet masjid ini.
Di masjid ini pula, hampir semua anak asrama rusamuda waktu itu diberi kesempatan untuk menjajal sebagai takmir masjid, mengumandangkan azan dan menjadi imam. Pemandangan yang sangat jarang mengingat biasanya di masjid-masjid sudah ada jadwal azan dan imamnya.
Menjadi takmir atau marbot masjid menurutku bukan suatu pekerjaan yang gampang. Ter-alarm-kan minimal sebanyak 5 kali sehari. Harus mengevaluasi jadwal kegiatan setiap selesai salat, memastikan jangan sampai terlambat atau bahkan tidak ada yang menyeru hamba-hamba Allah, mengingatkan bahwa sudah masuk waktu salat.
Tapi, menjadi takmir bukanlah sekadar mengumandangkan azan dan menjadi imam. Lebih dari itu. Terdapat 24 anggota asrama salman yang jika dihitung secara kasar, setiap anggota hanya mendapat tugas azan atau imam sebanyak 12 kali dalam sebulan. Menjadi seorang takmir selain memastikan bahwa jamaah bisa salat tepat waktu dan bisa beribadah dengan tenang di masjid, pun menjadikan seorang takmir itu sendiri bisa salat pada waktu yang tepat dan menikmati hikmatnya beribadah.
Seringkali, terdapat jamaah yang mengalami kendala ketika di masjid, misalnya tidak tahu letak toilet, mencari kursi untuk salat, mencari anaknya yang kabur main entah kemana, masih tertidur ketika sudah mendekati azan, atau salah masuk area salat.
Di sinilah para takmir berperan, sembari mengisi jeda iqomah dengan zikir dan doa, seharusnya bisa memantau area masjid memastikan bahwa semua aman, jamaah nyaman, dan berkesan.
Dekat dengan masjid menjadi suatu privillege tersendiri. Semua salat 5 waktu berjamaah menjadi lebih mudah diraih jika lebih dekat dengan masjid. Terlebih di Masjid Salman ini, setelah melihat berbagai asrama ataupun masjid di Bandung, secara fasilitas fisik, sebenarnya Masjid Salman dan asramanya ini adalah yang paling bagus. Benar kata alumni-alumni asrama salman, asrama salman ini terlalu besar privillegenya.
Akan tetapi, aku sendiri seringkali tidak sadar akan hal ini. Dengan segelimpang fasilitas dan kondisi Masjid Salman seperti ini, kadang aku masih malas untuk beribadah. Menunda-nunda untuk turun ke ruang utama masjid, menunggu iqomah di kamar. Menjadi masbuk salat wajib padahal tinggal berapa langkah saja untuk sampai ke tempat salat di masjid.
Seringkali malu juga, hadir rapat selalu mengusahakan untuk tidak terlambat tapi salat jamaah masih suka terlambat. Menginginkan masjid ramai dengan jamaah tapi terkadang diri ini malas untuk meramaikannya juga.
Sebenarnya masjid yang butuh aku atau aku yang butuh masjid untuk semakin dekat dengan Allah.
…..